Rabu, 28 Januari 2009

kemiskinan di indonesia

KEMISKINAN DI INDONESIA

Latar belakang masalah
Masalah sosial adalah fenomena yang selalu muncul dalam kehidupan masyarakat. Kemiskinan adalah fenomena yang sangat urgen bagi Negara Indonesia. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga macam konsep kemiskinan: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan subyektif. (Sunyoto Usman: 2006). Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedangkan miskin relatif dirumuskan berdasarkan the idea of relative standard, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Asumsinya adalah kemiskinan suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu lainnya.

Dalam konteks lain Kemiskinan kolektif juga terjadi pada suatu daerah atau negara yang mengalami kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai penyebab keadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya beli masyarakat menurun atau rendah. (Ragnar Nurkse,1953). Misalnya sebagaimana, sekarang terjadi di negara kita Indonesia. Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap orang, terutama kaum cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia

1. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada zaman modern.
Kita ketahui bersama bahwa Negara kita Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya, tapi kemiskinan sampai dengan sekarang belum juga teratasi.
Tidak sulit untuk kita mengenali kemiskinan dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita. Kehidupan keluarga miskin, apalagi yang sangat miskin, terlihat berbeda dengan yang tidak miskin. Ciri yang menyolok adalah soal sandang dan papan mereka. Soal yang kadang tidak terlihat namun bisa dipastikan adalah ketidakcukupan pangan dan gizi. Soal kekurangan yang bisa diduga adalah lemahnya akses kepada layanan kesehatan dan pendidikan karena kesulitan dana. Sedangkan soal yang samar namun terasa adalah kondisi psikologis mereka yang sebagiannya sudah berevolusi menjadi sikap budaya sebagai orang miskin.
Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Sekarang pemerintah menangani program tersebut secara menyeluruh, terutama sejak krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, melalui program-program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam JPS ini masyarakat sasaran ikut terlibat dalam berbagai kegiatan. dan akhir-akhir ini adanya jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat) dan askeskin (asuransi kesehatan miskin) tapi itu semua belum menjawab masalah kemiskinan.
Beradasarkan Angka resmi Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka kemiskinan di Indonesia sangat fluktuatif, pada tahun 1976 angka kemiskinan Indonesia berkisar 40 % dari jumlah penduduk, tahun 1996 angka kemiskinan Indonesia turun menjadi 11 % dari total penduduk. Pada saat krisis moneter melanda negeri ini pada tahun 1997/1998 penduduk miskin Indonesia mencapai 24 % dari jumlah penduduk atau hampir mencapai 40 juta jiwa. Tahun 2002 angka tersebut sudah mengalami penurunan menjadi 18 % dari total penduduk, memasuki tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 14 %. Akan tetapi angka resmi BPS berdasarkan sensus kemiskinan tahun 2005 mencapai 35.1 juta jiwa atau 14,6 % dari jumlah penduduk. Susenas BPS 2006 mencatat penduduk miskin di Indonesia mencapai 39,05 juta jiwa. (Robi Cahyadi Kurniawan).
Pada Juli 2008, pemerintah melalui BPS, kembali merilis tentang data kemiskinan terbaru. Pada Selasa, 1 Juli 2008, BPS mengumumkan jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2008, turun 2,21 juta orang dibandingkan kondisi Maret 2007. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin saat ini sebanyak 34,96 juta orang atau turun dibandingkan sebelumnya sebanyak 37.17 juta orang. Ada dua argumentasi yang diungkapkan BPS dalam rilis tersebut, seperti yang dilansir Harian Kompas, Edisi 2 Juli 2008. Pertama, penurunan angka kemiskinan terjadi di pedesaan yang disebabkan kestabilan harga beras dan kenaikan riil upah petani periode Maret 2007 - Maret 2008. Kedua, inflasi umum pada Maret 2008 terhadap Maret 2007 relatif stabil, yakni 8,17% dan rata-rata harga beras turun 3,01% pada periode yang sama. Analisis BPS diperkuat dengan data bahwa 63% penduduk miskin tinggal di desa dan sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Tentu saja rillis terbaru pemerintah tersebut kembali menuai kritik. Dan, beberapa pengamat ekonomi, seperti Ekonom Hendri Saparini menyatakan yang dikutip Kompas, Edisi 2 Juli 2008 menggunakan beras sebagai barometer pengukur angka kemiskinan merupakan penyederhanaan persoalan. Walaupun ada program raskin (beras untuk keluarga miskin) dan bantuan langsung tunai guna menutupi kebutuhan 2.000 kalori per hari untuk konsumsi, tapi hal tersebut belum memperhitungkan kualitas hidup masyarakat. Dan jika diamati data kemiskinan yang dikeluarkan pemerintah untuk Maret 2008, saat itu harga BBM belum dinaikkan dan angka inflasi belum setinggi saat ini.
Berbagai patologi (penyakit) kemiskinan inilah yang menjadi masalah serius bangsa Indonesia, kebanggaan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar akan luntur apabila masalah ini tak segera diatasi. Sejatinya pemerintah Indonesia tidak berpangku tangan melihat situasi seperti ini, berbagai program penanggulangan kemiskinan sudah dilakukan. Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra-Kukesra), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) pada tahun 2006 telah mencakup 39.282 desa/kelurahan di 2.600 kecamatan, Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT). (Kompas, Edisi 2 Juli 2008).
Akibat krisis, jumlah penduduk miskin diperkirakan semakin bertambah di negara kita ini, bahkan kita lihat bersama bahwa semakin berbondong-bondong masyarakat pedesaan menuju ibukota negara (Jakarta) untuk mengadu nasib, kendatipun harus tinggal dikolong jembatan. Setiap hari kita saksikan bersama distasiun televisi dimana para pedagang kaki lima banyak digusur alasannya karena merusak pemandangan kota. Dan itu juga bukan hanya di ibukota negara saja namun juga di povinsi seluruh Indonesia. Sekarang ada pertanyaan dari penulis sampai kapankah mereka harus lari dari kejaran satpol PP (pamong praja)?. Mungkinkah Pemilu 2009, menentukan nasib saudara-saudara kita, ini perlu jawaban yang penuh analisis.
2. Analisis Hubungan Sebab Akibat
Berdasarkan dari identifikasi diatas dapat penulis analisis bahwa ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan “alamiah” dan kemiskinan “buatan”. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Dalam analisis ini penulis juga kutip dari tulisan Awali Rizki tentang hasil pidato kenegaraan presiden tentang Komitmen resmi Program Kemiskinan dari Pemerintah : “Pemerintahan Presiden SBY sejak awal menyatakan komitmen untuk menurunkan angka kemiskinan menjadi 8,2 % pada tahun 2009”. Secara konsisten dalam berbagai kesempatan, komitmen ini diberi penekanan, seperti dalam Nota Keuangan, Pidato Kenegaraan, dan dokumen resmi lainnya. Sebagai implementasi, ada banyak program disertai kucuran dana yang telah dilaksanakan. (Awalil Rizki : 2008). Beragamnya pengertian kemiskinan tersebut seolah menyadarkan kita bahwa bangsa Indonesia ternyata miskin dari berbagai segi, tidak hanya miskin secara kapital, akan tetapi juga miskin secara sosial, politik, kualitas SDA (sumber daya alam), partisipasi bahkan kebebasan.

3. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Kesimpulan dari makalah ini adalah bahwa masalah kemiskinan hanya dapat diatasi dengan semakin meningkatkan utilitas dari warga negara (terutama dari kalangan miskin) melalui pembukaan segenap akses yang diperlukan agar produktifitas mereka semakin meningkat. Hal itu hanya dimungkinkan jika tersedia fasilitas yang memadai untuk tersedianya komunikasi interaktif dengan kelompok masyarakat miskin.
Konsep utama yang dikembangkan dalam makalah ini mengajak untuk menjadikan masalah kemiskinan sebagai masalah yang bersifat sistemik, yang harus diselesaikan melalui dua pendekatan penting. Pendekatan pertama adalah memberdayakan orang miskin untuk kemudian menjadi kontributor penting dalam pertumbuhan ekonomi, dan menjadikan tugas tersebut tugas seluruh institusi pemerintahan dan bukan kompartemen pemerintahan tertentu saja. Khususnya pada tugas kolektif untuk memberikan akses pada terbentuknya forum-forum masyarakat miskin yang difasilitasi oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat dan memberdayakan forum-forum sejenis yang telah terbentuk. tugas tersebut tugas seluruh institusi pemerintahan dan bukan kompartemen pemerintahan tertentu saja. Khususnya pada tugas kolektif untuk memberikan akses pada terbentuknya forum-forum masyarakat miskin yang difasilitasi oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat
memberdayakan forum-forum sejenis yang telah terbentuk. Hal itu dapat diwujudkan jika tersedia suatu fasilitas interaksi komunikasi melalui ketersediaan forum yang memungkinkan adanya akses bagi masyarakat miskin untuk memperoleh pembelajaran agar dapat meningkatkan produktifitasnya sesuai dengan kondisi mereka masing-masing.
. Untuk dapat mengakselerasi program-program mengatasi kemiskinanan diatas maka setidaknya diperlukan empat rekomendasi kebijakan :
1. Sesuai dengan konsep dasar yang dikembangkan dalam makalah ini, maka rekomendasi kebijakan pertama diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dicapai dengan sinergi kebijakan yang mengakumulasi modal domestik, penanaman modal asing dan kebijakan investasi yang diarahkan pada aktifitas industri yang produktif. Program kerja yang dapat dilakukan antara lain: (1) mempercepat belanja negara yang dialokasikan pada sejumlah proyek infrastruktur dan memberdayakan usaha kecil menengah sektor-sektor produksi, (2) mendukung dan memfasilitasi gerakan nasional penanggulangan kemiskinan dan krisis BBM melalui rehabilitasi dan reboisasi 10 juta hektar lahan kritis dengan tanaman yang menghasilkan energi pengganti BBM kepada masyarakat luas, diantaranya umbi-umbian, tebu, kelapa sawit, dan sagu.
2. Rekomendasi kedua adalah kebijakan penguatan sistem pendidikan nasional yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja. Kebijakan pendidikan harus diintegrasikan dengan kebijakan yang mengatur industri, ketenagakerjaan dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan dari rekomendasi kebijakan kedua ini adalah untuk mengkonversi individu miskin menjadi para wirausaha yang produktif. Selain itu kebijakan ini juga ditujukan untuk terus meningkatkan ketrampilan dari para individu miskin melalui peningkatan kapasitas pengetahuan yang dimilikinya
Bentuk program kerja yang dapat dilakukan antara lain: keberadaan kredit mikro bagi para individu miskin yang dirancang dengan skema yang sedemikian sehingga memacu produktifitas dan daya saing dari individu miskin tersebut. Program ini dilakukan dengan koordinasi Bank Indonesia melalui berbagai program keuangan mikro (microfinance) bersama bank-bank daerah seperti: Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
3. Rekomendasi ketiga adalah kebijakan yang mengatur pembangunan suatu kelembagaan perlindungan sosial bagi warga negara. Rekomendasi ini diarahkan akan terbangunnya suatu sistem yang melindungi kelompok miskin tertentu dimasyarakat yang tidak memiliki sejumlah keterbatasan dalam akses ke lapangan kerja, seperti misalnya orang cacat dan lanjut usia. Selain itu, kebijakan ini juga menjamin adanya jaminan sosial bagi warga negara ketika terjadi ketegangan ekonomi yang luar biasa. Bentuk program kerjanya antara lain adalah jaminan asuransi, jaminan penanganan khusus untuk pemberikan kredit bagi para cacat untuk wira usaha dan regulasi lainnya terkait dengan upah minimum dan fasilitas minimum bagi para pekerja.
4. Rekomendasi keempat adalah kebijakan yang memungkinkan adanya akses untuk menyuarakan aspirasi dan pendapat dari kalangan miskin. Kebijakan ini diarahkan agar memungkinkan adanya dialog atau komunikasi dua arah antara pemerintah dan kelompok masyarakat miskin, dengan cara ini maka dapat diupayakan adanya pemahaman yang lebih baik antara kedua pihak, yang berlanjut pada penanganan masalah kemiskinan yang lebih efektif. Rekomendasi yang keempat ini cukup penting, karena kurang efektifnya sejumlah solusi masalah kemiskinan dimasa lalu adalah sehubungan belum berfungsinya dengan efektif sebuah mekanisme komunikasi interaktif yang optimal yang sanggup mentransmisikan kepentingan masyarakat miskin kedalam suatu tatanan program yang produktif. Sehingga masyarakat miskin sering masih dianggap sebagai beban dalam suatu sistem ekonomi, adapun konsepsi dasar yang dikembangkan dalam makalah ini adalah bagaimana merubah total posisi masyarakat miskin yang tadinya sebatas beban dalam sistem ekonomi tersebut, menjadi kontributor dalam pertumbuhan ekonomi, khususnya melalui perannya yang semakin aktif dalam penciptaan lapangan kerja melalui kewirausahaan (entrepreneurships).

1 komentar: