Rabu, 28 Januari 2009

HIV/AIDS (ODHA)

KASUS HIV/AIDS (ODHA)
(Diderita anak dibawah umur bernama Bunga)
Disusun oleh : Masrizal


Pendahuluan
Sebagaimana diketahui bahwa masalah sosial adalah kondisi yang tidak diharapkan. Oleh karena dianggap dapat merugikan kehidupan sosial atau dianggap bertentangan dengan standar sosial yang telah disepakati. Untuk mengetahui keberadaan masalah sosial dalam kehidupan masyarakat diperlukan identifikasi, diagnosis dan treatment (Soetomo: 2008). Identifikasi merupakan langkah awal sebelum melakukan diagnosis dan treatment untuk menentukan masalah sosial. Dalam identifikasi masalah sosial ada dua sumber pendekatan. Yakni pendekatan individu dan pendekatan sistem. Eitzen membedakan ada dua pendekatan yaitu person blame approach dan system blame approach. Dalam pendekatan individual masalah sosial atau kondisi yang dianggap bermasalah lebih dilihat pada level individu sebagai warga masyarakat. Sedangkan pada pendekatan sistem, yang dianggap bermasalah bukan perilaku orang perorang sebagai individu, tetapi masyarakat sebagai totalitas, masyarakat sebagai sistem. Sebagai kondisi yang tidak diharapkan pada umumnya masyarakat merasa perlu upaya perubahan, perbaikan bahkan pemecahan masalah. Dalam makalah ini kasus yang diangkat adalah tentang kasus HIV/AIDS yang dihadapi oleh seorang anak dibawah umur (4 tahun) yang bernama Bunga.

A. IDENTIFIKASI MASALAH
Beranjak dari kasus diatas melihat masalah yang dihadapi Bunga dan keluarga tentu saja sangat berat. Sebagai anak yang masih kecil, tentu saja Dia sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari keluarga terdekat, terutama ayah dan ibu. Tetapi yang menyedihkan adalah kedua orang tua Bunga telah meninggal, inilah sepertinya masalah berat secara psikologis yang harus dihadapi oleh Bunga. Belum lagi, masalah tersebut ditambah berbagai persoalan lain, misalnya terserang virus HIV/AIDS yang sangat mematikan. Masalah ini sangat berat, karena yang menjadi penderita adalah seorang anak dengan usia 4 tahun yang semestinya memperoleh perhatian lebih secara psikologis dari orang-orang terdekatnya. Sekurang-kurangnya, terdapat beberapa masalah pokok yang sedang dihadapi oleh Bunga. Antara lain: Pertama, seperti yang dijelaskan di atas tadi, Bunga kurang mendapatkan perhatian secara psikologis dari keluarga kandungnya. Orang tua yang diharapkan mampu memberikan perhatian yang lebih, justru telah meninggal karena menderita penyakit yang sama dengan Bunga (HIV/AIDS).
Ironisnya, keluarga Bunga yang lain (khususnya Paman) kurang dapat menerima kondisi Bunga yang sedang menderita HIV/AIDS, tentu saja ini pukulan yang sangat berat terhadap kondisi psikologis Bunga. Keluarga Paman yang seharusnya menjadi tumpuan harapan yang menjadi daya dukung bagi Bunga justru menjadi penghambat dan tidak mendukung apa yang sedang dialami oleh Bunga. Sebab dari siapa lagi dukungan psikologis tersebut diharapkan kalau bukan dari keluarga terdekat (Paman dan Bibi). Tetapi, walaupun demikian, patut disyukuri bahwa Bibinya masih memberikan perhatian karena mempunyai kecintaan yang sangat dalam terhadap Bunga. Inilah yang sepertinya juga menjadi dukungan berharga bagi penyembuhan yang harus dilakukan pada penyakit yang sedang diderita oleh Bunga. Tetapi perlu juga diketahui bahwa ternyata, Bibi Bunga mempunyai perasaan yang amat sayang dengan Bunga sehingga ini menjadi kekuatan tersendiri yang dapat menjadi modal dalam penyelesaian masalah di tengah ketidakberkenannya Paman bunga terhadap kondisi yang sedang dialami oleh Bunga.
Kedua, masalah pokok kedua adalah bahwa Bunga sedang menderita HIV/AIDS. Yang ini tidak hanya menyangkut stigma negatif mengenai HIV/AIDS itu sendiri, tetapi juga menyangkut keselamatan daripada Bunga bahkan menyangkut nyawa. Sebagaimana diketahui, banyak penderita AIDS yang tidak dapat terselamatkan nyawanya karena penyakit tersebut memang dikenal sangat berbahaya. Apabila tidak ditangani secara medis dengan segera, maka keselamatan nyawa Bunga tengah terancam. Repotnya, hal ini juga menyangkut ketahanan fisik Bunga, sebab apabila ketahanan fisik bunga tidak memadai, bisa saja Bunga berada di ambang kematian sekalipun dia tetap mengkonsumsi obat sesuai dengan yang diharapkan.
Ketiga, penyakit yang diderita Bunga tidak hanya menyangkut persoalan medis yang berkaitan erat dengan kehidupan Bunga tetapi juga menyangkut kehidupan sosial. Sebab HIV/AIDS adalah penyakit yang dianggap kotor dan identik perbuatan-perbuatan asusila. Misalnya penyakit tersebut identik diderita oleh pengguna narkoba, pekerja seks, dan profesi kurang menyenangkan di mata sosial lainnya. Di samping itu, penyakit yang menular ini dianggap sangat menyeramkan bagi masyarakat karena bisa menular kepada siapa saja.
Sehingga amat wajar apabila masyarakat seringkali menjauhi pada penderita AIDS dan keluarga dari penderita, sehingga masyarakat cenderung untuk menjauhi daripada para penderita maupun keluarga dari penderita tersebut. Inilah sepertinya suatu masalah pokok yang berat yang sedang dialami oleh Bunga dan keluarganya (keluarga paman) tersebut.
Keempat, yang juga menjadi masalah sangat besar adalah bahwa sampai saat ini belum ditemukan jalan keluar terbaik atas penyelesaian masalah yang sedang dihadapi oleh Bunga. Sebab pada dasarnya setiap orang memiliki hak untuk hidup secara layak dan bebas dari segala masalah sosial (Yuni, 2006). Padahal, kesehatan Bunga makin hari makin memburuk ditunjukkan dengan tonjolan-tonjolan pada tubuh Bunga sebagaimana umumnya ODHA (orang dengan HIV AIDS). Meskipun dari pihak keluarga telah mencari berbagai jalan, tetapi pada kenyataannya keputusan tersebut belum menjadi solusi yang ampuh. Usaha untuk merawat Bunda di kos-kosan secara khusus dengan menyewa seorang pembantu ternyata mempunyai kendala bahwa pembantu tersebut tidak betah dan menyerahkan kembali apa yang menjadi tanggung jawabnya tersebut.
Walaupun demikian, perlu juga diperhatikan bahwa intervensi terhadap masalah ini bukan tidak mungkin akan berhadapan dengan masalah dan hambatan yang kemungkinan besar akan muncul. Menurut saya, setidaknya akan muncul masalah sebagai berikut: Pertama, menyangkut masa depan Bunga. Sebagai pengidap ODHA ataupun mantan pengidap ODHA nantinya ketika besar, Bunga akan mendapatkan hambatan secara psikologis maupun sosial untuk dapat bersosialisasi dengan masyarakat.
Secara psikologis, bisa saja Bunga akan mengalami rasa kurang percaya diri terhadap kondisi dirinya yang pernah menjadi ODHA. Hal ini akan bertambah parah ketika Bunga belum kunjung sembuh meskipun Bunga telah tumbuh dewasa. Sehingga faktor psikologis daripada Bunga yang mungkin menjadi minder dan kurang percaya diri dapat menjadi masalah dan hambatan tersendiri.
Selanjutnya, bukan tidak mungkin, hambatan cukup serius yang akan muncul adalah tidak adanya dukungan dari pihak paman terhadap kondisi yang sedang dialami oleh Bunga. Sebagaimana diketahui, paman Bunga ternyata merasa keberatan dengan keberadaan Bunga, karena merasa tidak betah akibat adanya gunjingan yang dilakukan oleh pihak tetangga. Hambatan ini akan semakin bertambah serius karena Bunga tidak memiliki siapa-siapa lagi untuk merawatnya, sebab yang paling memungkinkan adalah perawatan dari keluarga pamannya tersebut. Keluarga (kakeknya) memang masih ada yakni yang tinggal di Bangka, tetapi kelihatannya sangat tidak mungkin untuk mengembalikan Bunga ke Bangka karena kakeknya tidak mungkin akan dapat merawat Bunga dengan maksimal.
Selain itu, masalah dan hambatan yang tidak kalah serius yang dapat muncul adalah adanya gunjingan dan keberatan dari kalangan masyarakat untuk dapat menerima kehadiran Bunga di komplek pamannya tinggal. Masyarakat bisa saja tidak dapat menerima kehadiran Bunga di komplek perumahan tersebut karena takut tertular. Oleh karena itu, lingkungan sosial di mana Bunga tinggal dapat menjadi masalah besar yang akan muncul.
Terakhir, masalah yang juga dapat muncul adalah mengenai daya tahan tubuh daripada Bunga yang mungkin saja dapat menurun sehingga hal ini sangat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan Bunga. Sebagaimana diketahui, Bunga masih berusia belia sangat belia sehingga ketika Dia menderita penyakit seganas HIV/AIDS sangat dimungkinkan ketahanan fisiknya tidak siap sehingga bisa berakibat fatal terhadap kondisi kesehatan dan keselamatan Bunga sendiri.
Dalam kasus ini setidaknya ada unsur budaya yang menghambat dalam penyelesaian masalah yang sedang dialami Bunga dan keluarganya tersebut. Di samping itu ternyata juga ada unsur budaya yang menjadi pendukung terhadap upaya penyelesaian masalah yang sedang dihadapi oleh Bunga. Adapun budaya yang menghambat dapat disebutkan yakni adanya anggapan stigma negatif terhadap ODHA. Dalam pandangan masyarakat secara umum, ODHA identik dengan suatu perilaku yang tidak baik, misalnya pengguna narkoba atau profesi ”mesum” dari pekerja seks komersil (PSK).
Dengan demikian, masyarakat berpandangan bahwa Bunga bukanlah dari kalangan baik-baik karena mengidap ODHA. Sehingga, dengan adanya anggapan seperti ini, masyarakat sangat sungkan untuk bergaul bahkan berempati dan membantu masalah yang sedang dihadapi oleh Bunga. Padahal, anggapan seperti ini tidak sepenuhnya dapat dibenarkan, apalagi jika dipandang dari kasus ini Bunga tidak lebih adalah sebagai korban dari tertularnya penyakit AIDS. Sehingga, ketika Bunga dalam posisi menjadi korban pada dasarnya Dia tidak adil apabila diposisikan dalam pihak yang salah dan menerima stigma yang diberikan oleh masyarakat pada umumnya tersebut.
Selanjutnya, ada juga budaya yang menganggap bahwa penyakit HIV/AIDS akan tertular dengan mudah meskipun dengan perantara yang ringan, misalnya dengan bertemu dengan korban, berjabat tangan atau kontak fisik lainnya. Masyarakat pada umumnya masih takut tertular dengan Bunga meskipun dengan hanya berdekatan dengan Bunga. Sehingga sangat wajar apabila masyarakat menjauhi Bunga. Padahal, media penularan sebagaimana yang dihawatirkan oleh masyarakat tersebut tidak selalu dapat dibenarkan, bahkan itu hanya mitos. Inilah faktor budaya yang menjadi penghambat daripada penyembuhan yang harus dilakukan terhadap Bunga.
Adapun budaya yang menjadi pendukung dari kasus ini adalah adanya keyakinan tentang tanggungjawab dan solidaritas yang kuat antara anggota keluarga. Meskipun bukan anak kandung sendiri, tetapi karena solidaritas dan tanggungjawab kekeluargaan yang baik tersebut, Bibi Bunga mau untuk merawat Bunga dengan segala daya dan upaya yang dimilikinya.
Dalam budaya masyarakat Indonesia menganggap bahwa tidak bermoral apabila menelantarkan anggota keluarganya sendiri. Masyarakat menganggap kurang pantas apabila salah satu dari anggota keluarga seseorang dibiarkan terlantar dan tidak diurus padahal masih ada anggota keluarga yang lain yang masih mampu untuk merawat dan memeliharanya. Oleh sebab itu, budaya tanggungjawab dan solidaritas antar anggota keluarga ini sepertinya menjadi faktor pendukung tersendiri dalam upaya penyelesaian masalah yang sedah dihadapi oleh bunga.
Tetapi yang menarik di sini adalah bahwa ternyata keluarga dari Paman/Bibi bunga tidak merasa kesulitan atas biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh Bunga. Artinya, ini menjadi sumber kekuatan yang sangat berharga atas penyelesaian masalah yang dapat dilakukan terhadap Bunga.

B. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis masalah HIV/AIDS (ODHA) yang dialami oleh Bunga maka saya akan melihat dua pendekatan yang bisa dipakai yakni pendekatan person blame approach dan system blame approach. Pada pendekatan person blame approach (PBA), kita melihat dari cerita kasus diatas bahwa Sibunga adalah pengidap ODHA yang datang dari dirinya sendiri yang diakibatkan penularan dari kedua orang tuanya. Dalam segi biologis penyakit yang diderita oleh bunga adalah berhubungan dengan kesehatannya. Dalam pandangan ahli kesehatan bahwa kondisi kesehatan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi sumberdaya manusia.
Warga masyarakat yang memilki kondisi kesehatan yang rendah dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan untk merespon berbagai peluang untuk meningkatkan kondisi kehidupannya dan menurunya aktifitas kerja. Kenyaataan ini yang sering disebut dengan penyebab individu yang bersangkutan menjadi penyandang masalah sosial (Soetomo, 2008: 162). Dalam pandangan psikologi bahwa sumber terjadinya perilaku individu yang menyimpang adalah berasal dari individu itu sendiri. Asumsi yang mendasarinya adalah kondisi psikologis seseorang sangat besar pengaruhnya terhadap prilkunya. Dalam tulisannya Lemert (1991), deviasi tingkahlaku dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu deviasi individual, deviasi situasionl, dan deviasi sistematik. Dari ketiga bentuk deviasi tersebut, deviasi individual merupakan gejala personal yang ditimbulkan oleh kondisi individu sendiri. Dimana faktor penyebabnya adalah berupa kelainan biologis, kelainan psikis yang bersifat herediter dan dapat pula karena sebab-sebab lain yang menimpa individu seperti penyakit, kecelakaan dan sebagainya. Pada pandangan sosialisasi bahwa seorang yang deviasi juga mendapatkan kebebasan pada jati dirinya sebagai seorang individu. Karena pada dasarnya sosialisasi merupakan proses untuk memperoleh keseimbangan diantara keduanya, diantara kebebasan dan aktualisasi sebagai individu dengan ikatan-ikatan yang ada dalam hidup bermasyarakat (Soetomo, 2008: 168).
Pada pendekatan system blame approach (SBA), menurut pandangan ini kenyataannya bahwa masalah sosial pada level sistem juga dapat besumber dari individu. Menurut pandangan ini juga suatu masyarakat dapat dinyatakan mengalami masalah sosial dengan melihat angka statistik untuk hal-hal tertentu sebagai seperti angka kejahatan, angka kenakalan, angka bunuh diri. Dari indikator ini dapat ditafsirkan, bahwa semakin banyak anggota masyarakat yang melakukan tindakan dan perilaku yang menyimpang akan memberi indikasi bahwa masyarakat dalam kondisi tidak sehat atau mengalami masalah sosial (Gillin and Gillin, 1954: 742). Dari pandangan ini bahwa apabila kondisi masyarakat melemah dalam kondisi tidak sehat maka korbannya adalah individu penyandang masalah, seperti yang dialami oleh Bunga, dimana bunga tidak diterima didalam masyarakat diakibatkan penyakit HIV/AIDS yang dideritanya akan menular ke orang lain.
Namun apabila stigma dari masyarakat ini tetap tidak ada yang menengahinya maka setiap yang menderita HIV/AIDS di Indonesia akan selalu terimarginalkan. Namun penulis sangat mendukung sekali program dunia sekarang yang peduli terhadap pengidap penyakit HIV/AIDS. Dalam tahap diagnosis ini yang perlu diperhatikan adalah agar masalah yang dihadapi oleh sipenyandang masalah dalam hal ini si Bunga agar tidak selalu disudutkan oleh masyarakat karena penyakit yang mematikan yang dialaminya, tapi menjadikan kondisi menjadi lebih baik dengan penuh dorongan yang datang dari setiap individu masyarakat.
C. TREATMENT
Dengan demikian, menurut saya ada beberapa langkah treatment yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh Bunga dan keluarganya tersebut, antara lain:
Pertama, yang harus dilakukan adalah terhadap persoalan yang sangat mendesak harus diselesaikan karena itu bersifat darurat. Yakni persoalan kesehatan dan keselamatan Bunga. Sebab dalam penyelesaian kasus keselamatan seseorang menjadi perhatian yang sangat utama (DuBois& Miley, 2005). Dengan kata lain, penyelamatan kehidupan seseorang harus diprioritaskan dari penyelesaian masalah yang lain (Pattiasina, 2007). Melihat bahwa pokok sumber masalah terletak pada individu penyandang masalah, maka dalam penanganannya yang harus diperbaiki adalah kondisi individu sebagai penyandang masalah (Soetomo, 2008).
Sebagaimana diketahui, ODHA yang masih parah harus memperoleh perawatan medis secara memadai. Dia harus minum obat secara teratur, sebab apabila tidak mengkonsumsi obat dengan teratur bisa saja hal ini dapat berakibat fatal terhadap kondisi kesehatan dan keselamatan yang dialami oleh Bunga. Dengan kata lain, bagaimanapun yang harus dilakukan akan dengan menganjurkan kepada keluarga Bunga untuk melakukan perawatan secara medis Bunga di dokter dan mengkonsumsi obat secara rutin untuk pertahanan tubuh Bunga itu sendiri.
Kedua, keputusan untuk mengembalikan Bunga ke Bangka bukanlah keputusan terbaik, karena dikhawatirkan di Bangka Bunga tidak akan mendapatkan perawatan dan perhatian yang maksimal. Sebab mengingat yang tinggal di Bangka adalah kakeknya dan tidak mungkin kakeknya tersebut akan dapat merawat Bunga dengan maksimal. Kecuali, jika di Bangka Bunga akan mendapatkan jaminan perawatan yang memadai, maka Dia dapat dibawa ke Bangka untuk kebaikan kesehatan dan keselamatan Bunga.
Oleh sebab itu, mengingat hal ini maka yang harus dilakukan untuk dengan mempertahankan agar Bunga tetap dirawat oleh keluarga Paman dan Bibinya. Sebab penyelesaian masalah sosial yang baik adalah dengan memperhatikan sisi psikologis daripada seorang klien (Soetarso, 1968). Hanya saja persoalannya adalah Paman Bunga belum dapat menerima dengan lapang dada. Oleh karena itu, hal yang perlu dilakukan mungkin adalah dengan memberikan pengertian kepada Paman Bunga. Dan terutama juga perlu dipahamkan kepada para tetangga yang tidak berkenan menerima kehadiran Bunga di daerah Paman tersebut tinggal. Maka jalan terbaik yang harus dilakukan adalah dengan mempertahankan perawatan Bunga di bawah pengawasan dan perawatan keluarga pamannya.
Ketiga, apabila perawatan di bawah pengawasan keluarga dari Bunga tidak dimungkinkan, maka langkah terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan membawa Bunga ke lembaga pelayanan sosial yang punya kepedulian dalam pengidap ODHA. Ini adalah alternatif terakhir, meskipun tetap diharapkan ada pengawasan yang maksimal khususnya dari pihak Bibi yang mempunyai rasa sayang yang besar kepada Bunga.
Keempat, melibatkan profesi lain, Menurut saya, selain dengan melibatkan pekerja sosial, penyelesaian kasus ini perlu melibatkan dari profesi lainnya. Yakni antara lain: dokter, psikolog, dan pembantu.
Pertama, profesi dokter diperlukan untuk memberikan perawatan secara medis kepada Bunga. Sebab diketahui bahwa tanpa meminum obat secara rutin dan perawatan yang memadai secara medis hal ini dapat membahayakan kesehatan daripada Bunga. Oleh karena itu, di sini sangat diperlukan profesi dokter untuk mendukung penyembuhan penyakit yang sedang diderita oleh Bunga.
Kedua, sebagai anak yang masih sangat kecil dan belum selayaknya menderita penyakit yang sangat ganas, Bunga perlu mendapatkan pendampingan psikolog untuk dapat menguatkan kondisi psikologis Bunga. Tetapi juga perlu diperhatikan bahwa psikolog yang dimaksudkan di sini adalah psikolog yang secara khusus mempunyai perhatian dan memahami pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Sehingga, perkembangan dan kondisi psikologis Bunga tidak akan terhambat dan mengalami masalah.
Ketiga, untuk membantu segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan perawatan dari Bunga, di sini perlu profesi seorang pembantu yang dapat mengerjakan sesuatu yang mungkin tidak bisa dikerjakan oleh Bibi Bunga. Namun demikian, bukan berarti dengan adanya pembantu ini Bibi Bunga tidak mempunyai peran dalam perawatannya. Pembantu hanya berperan dalam urusan yang bersifat teknis, bukan pendampingan yang bersifat secara psikologis.
Keempat, untuk membantu kembali pulihnya kondisi Bunga maka stigma jelek yang ada dimasyarakat agar diminalisir oleh tokoh formal dan tokoh informal di desa Bunga tinggal, dan masyarakat, serta ditambah adanya pelayanan kesehatan dari dinas kesehatan dan ditambah perlu adanya sosialisasi tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menjauhi terjangkitnya HIV/AIDS di Indonesia disertai sosialasi HIV/AIDS ke desa-desa yang terpencil.**



















DAFTAR PUSTAKA

DuBois, Brenda and Karla Krogsrud Miley, (2005), Social Work an Empowering Profession, fifth edition. USA: Pearson Education,Inc.
Pattiasina, Cynthia (2007), Proses Pengambilan Keputusan, diktat kuliah Program Magister UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Soetarso (1968), Praktek Pekerjaan Sosial, Jilid I, Cetakan ke-10, Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.
Soetomo (2008), Masalah-masalah Sosial Dan Upaya Pemecahannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Yuni, Budi (Editor), 2006, Pengantar Memahami Hak Ekosob, Pusat Telaah dan Informasi Regional dan EIDHR Uni Eropa, Jakarta,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar