Senin, 25 Mei 2009

PEMIMPIN, BUKAN PENGUASA

Pemimpin,Bukan Penguasa!
Oleh : Masrizal, S.Sos.I.*)
Pemilihan presiden (Pilpres) 2009 sudah di depan mata. Nasib bangsa ditentukan oleh perhelatan akbar sebagai bagian dari proses demokrasi. Pemilihan presiden dipandang penting karena akan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin (presiden dan wakil presiden). Untuk mencapai proses yang demokratis tentu sangat berat. Belajar dari Pilpres 2004, seperti dikutip Beni Susetyo (2005) dalam bukunya berjudul Hancurnya Etika Politik mengatakan bahwa meskipun Pemilu 2004-2009 yang dianggap terbaik selama pengalaman pemilu yang ada, ternyata belum menghasilkan tatanan sistem yang memadai untuk disebut demokratis.

Sebagai proses demokrasi, Pemilu Presiden semestinya mampu berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat. Tetapi kenyataanya, kesejahteraan rakyat dari Pilpres ke Pilpres tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Pemilu presiden 2004 hasilnya tak jauh beda dari pemilu 1999. Di mana pertumbuhan ekonomi meningkat tapi mengenyampingkan pembangunan sosial sehingga kesejahteraan rakyat belum terwujud. Karena itu, Pemilu Presiden 2009 sudah selayaknya mampu mensejahterakan rakyat.

Cita-cita masyarakat yang sejahtera inilah yang mestinya dapat diperjuangkan oleh calon-calon pemimpin, seperti Calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres dan Cawapres) yang akan berkompetisi dalam Pemilu 2009 mendatang. Tapi pertanyaannya apakah calon pemimpin tersebut nantinya pro rakyat miskin? Atau malah mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan.
Rakyat mestinya dapat memilih pemimpin yang amanah dan bertangungjawab, sesuai cita-cita syariĆ”t Islam. Seperti sebuah hadits Nabi yang artinya, “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya” (HR Bukhari dan Muslim).
Sedangkan pemimpin yang didambakan masyarakat (rakyat Indonesia) tentunya adalah pemimpin yang memperjuangkan syariah islam. Karena ketiga calon presiden dan wakil presiden yang berkompetensi di di 2009 adalah semua beragama Islam, didukung mayoritas penduduk indonesia adalah beragama Islam. mengumandangkan syariat islam sudah pasti memberdayakan masyarakatnya sesuai dengan amanah dalam agama islam yang bersumber pada alquran dan al-hadis. Syariat Islam menegaskan bahwa seorang pemimpin harus mampu mengatur dan melayani masyarakat terutama masyarakat miskin. Namun tidak juga mengabaikan bahwa kita juga peduli terhadap agama non mulim.
Untuk itu kepada pemimpin yang terpilih di pesta demokrasi Juli 2009 ini, agar betul-betul menjadi pemimpin bangsa yang pro pada rakyat. Jangan dibiarkan lagi ada masyarakat, mahasiswa yang melakukan demontrasi didepan gedung istana kepresidenan, karena hal itu membuktikan bahwa kelemahan seorang kepala negara (presiden) dalam menata rakyatnya. Mulailah dari sekarang kita belajar dari pengalaman sebelumnya. Karena pengalaman adalah guru yang terbaik.

Sebenarnya harapan dari masyarakat hanya satu yakni terwujudnya kesejahteraan sosial. Sebagaimana Suharto, (2007:4) kesejahteraan sosial adalah mencakup semua bentuk intervensi sosial yang mempunyai suatu perhatian utama dan langsung pada usaha peningkatan kesejahteraan individu dan masyarakat sebagai keseluruhan. Kesejahteraan sosial mencakup penyediaan pertolongan dan proses-proses yang secara yang langsung berkenaan bagi penyembuhan dan pencegahan masalah-masalah sosial, pengembangan sumberdaya manusia dan perbaikan kaulitas hidup. Itu meliputi pelayanan sosial bagi individu, keluarga dan juga memperkuat dan atau memperbaiki lembaga-lembaga sosial.
Namun untuk pengertian kesejahteraan sosial menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Kesejahteraan Sosial menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Kebijakan dalam kesejahteraan sosial sangat dituntut untuk merubah pola pikir masyarakat dari yang belum maju (regress) ke pola pikir yang maju (progress). Pemahaman konsep kesejahteraan sosial baru terwujud apabila ada kerjasama yang baik antara legislatif dan eksekutif.
Pemimpin (presiden) adalah panutan rakyat, jadi tidak semestinya mengkhianati amanah rakyat. Pada saat kampanye sering kita dengar ayat alquran “dijual-belikan”. Agama hanya dijadikan alat untuk mencapai kekuasaan. Yang demikian tentu harus dihindari, rakyat butuh pemimpin yang benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan berkuasa untuk kepentingan dirinya sendiri.
Oleh sebab itu, masyarakat pada dasarnya adalah penentu dalam proses pesta demokrasi ini, apakah masyarakat ingin lebih sejahtera atau malah sebaliknya?. Tentu semua masyarakat khususnya di bumi Indonesia menginginkan kesejahteraan dalam konteks adanya keadilan khususnya bagi masyarakat yang membutuhkan perhatian serius dari pemimpin (presiden dan wakil presiden) sebagai penerima aspirasi masyarakat. Masyarakat dalam hal ini jangan salah pilih dalam menentukan hak suaranya, karena suara itu sangat menentukan untuk 5 tahun ke depan untuk arah pembangunan ke depan. Kita sangat mengharapkan kepada tokoh masyarakat di pedesaan dan perkotaan agar ikut melihat perkembangan pesta demokrasi ini dengan selalu bersikap netral.
Sayangnya, para tim pemenangan presiden dan wakil presiden yang dari koalisi partai politik tidak jarang justru dijadikan sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan. Bahkan terkesan partai politik pemenang pemilu legislatif April 2009 adalah parpol yang koalisi dibangun atas koalisi pragmatis. Mengutip Winarno (2007), partai-partai politik pada dasarnya lebih berorientasi pada kekuasaan dibandingkan dengan kebijakan publik. Ironisnya, kekuasaan ini digunakan untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu ataupun golongannya sendiri.
Fenomena politik di atas memang bukan hanya di indonesia, namun juga di negara lain. Perubahan dari regress ke progress bukanlah semudah membalikkan telapak tangan yang hanya dalam hitungan detik. Lewat tulisan ini penulis mengharapkan kepada para calon pemimpin (presiden dan walik peresiden) dan yang akan bertarung di pesta demokrasi juli 2009 hendaklah menjadi pembuat kebijakan yang peduli dengan kesejahteraan masyarakat dan juga kita harapkan bersama agar Indonesia menjadi sebuah negara yang betul-betul mendapatkan “baldatun thaibatun warabbulghafur” sesuai dengan undang-undang yang kita miliki sekarang yakni undang-undang dasar 1945 yang didalamnya memperjuangkan keadilan seluruh rakyat indonesia dan ini juga falsafat politik dimasa Sukarno dan Hatta. Akhirnya kita juga berharap bersama semoga pemimpin bangsa yang terpilih adalah orang-orang pilihan yang memperjuangkan nasib masyarakat yang belum beruntung (miskin). []
Masrizal, mahasiswa S2 Konsentrasi Kebijakan Dan Kesejahteraan Sosial UGM Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar